Kisah Haru dan Harapan Buruh di May Day 2025
Presiden Prabowo Subianto hadir dalam acara peringatan Hari Buruh Internasional Tahun 2025 yang diselenggarakan di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, pada Kamis, 1 Mei 2025. (Foto: BPMI Setpres)
DHEAN.NEWS JAKARTA - Matahari pagi menyinari wajah-wajah yang tak biasa ini. Ada garis-garis lelah di dahi mereka, tapi juga senyum yang tak terbendung. Hendi, buruh asal Bekasi, mengusap air mata ketika melihat Presiden Prabowo Subianto melambaikan tangan dari kejauhan.
"Ini pertama kalinya dalam 15 tahun saya jadi buruh, Presiden datang ke kita," isaknya lirih, suaranya parau oleh yel-yel semangat yang tak henti bergema di Monas, Kamis (1/5/2025) dikutip dari BPMI Setpres.
Di tengah lautan 200.000 lebih buruh, setiap orang membawa cerita. Ria, perempuan 28 tahun dari pabrik garmen Garut, berjalan kaki bersama 1.400 rekan kerjanya sejak subuh.
"Kami numpang truk sampai Cikampek, lalu jalan kaki lagi," ujarnya sambil memegang erat foto anaknya yang diselipkan di balik ID card. Matanya berbinar ketika Presiden menyebutkan janji revisi Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan. "Bu Ria nanti bisa beli sepatu baru untuk anak tanpa harus utang lagi, ya?" goda temannya, disambut tawa yang berbaur harap.
Sebuah Topi Kenangan
Di kerumunan depan panggung, Muhammad Syaifudin tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Pria 35 tahun ini dengan polos berteriak, "Topi, Pak! Panas, Pak!" saat melihat Presiden. Tak disangka, beberapa menit kemudian, sebuah topi dikirimkan khusus untuknya melalui Sekretaris Kabinet. "Ini akan saya simpan untuk cucu saya nanti," katanya gemetar, mengenang bagaimana presiden tersenyum ke arahnya.
Di sudut lain, sekelompok buruh membentuk lingkaran. Mereka bukan sedang berorasi, tapi berdoa bersama. "Ya Allah, berikan kekuatan pada pemimpin kami untuk mendengar suara kami yang kecil," pimpin salah seorang di antara mereka. Hendi yang tadi menangis, kini ikut bersila, mengamini doa itu dengan khusyuk.
Sementara itu, di tenda medis, seorang buruh berusia 50 tahun pingsan karena kelelahan. Tapi saat sadar, pertanyaan pertamanya adalah, "Presiden masih di sana? Saya belum dengar pidatonya..."
Antara Harapan dan Kenyataan
Di balik euforia itu, para buruh sebenarnya menyimpan pertanyaan besar. "Kami senang Bapak Presiden datang, tapi kami juga tunggu tindak lanjutnya," ujar Samsul, koordinator serikat buruh yang sudah 20 tahun ikut May Day. Tangannya memegang erat daftar tuntutan yang sudah disusun sejak bulan lalu.
Namun hari ini, di bawah langit Monas yang cerah, ada sesuatu yang berbeda. Para buruh tak hanya datang untuk menuntut, tapi juga merasakan sesuatu yang lama hilang: penghargaan. Ketika Presiden Prabowo menyalami langsung para pekerja di barisan depan, terciptalah momen-momen kecil yang tak ternilai.
Seperti ketika seorang nenek buruh kebersihan spontan mencium tangan presiden, atau saat anak-anak buruh migran yang dibawa orang tuanya mendapat permen dari pengawal Presiden.
May Day 2025 mungkin akan tercatat dalam sejarah bukan karena jumlah massa atau ketajaman tuntutan, tapi karena hari di mana para buruh Indonesia bisa berkata dengan yakin: "Kami ada. Kami dilihat. Dan kami mulai diperhitungkan."
Ketika sore tiba dan kerumunan mulai bubar, Ria dari Garut masih berdiri di depan panggung kosong. "Besok kita kembali ke pabrik," katanya pada temannya. "Tapi hari ini, kita pulang membawa harapan." Di tangannya, ada bendera kecil yang tadi diberikan panitia. Ia melipatnya dengan hati-hati, menyimpannya di saku baju dekat jantung, seperti menyimpan sebuah janji.
Belum ada Komentar untuk "Kisah Haru dan Harapan Buruh di May Day 2025"
Posting Komentar